Makam Sunan Pandanaran
merupakan salah satu wisata religi atau ziarah makam yang berada di wilayah
kabupaten Klaten. Keberadaannya cukup terkenal oleh para peziarah karena dalam
sejarahnya merupakan wali penyebar agama Islam di tanah Jawa pada zaman
Kerajaan Demak dan murid Sunan Kalijaga. Kompleks Makam Sunan Pandanaran
menempati sebuah bukit dengan makam umum di bagian dasar hingga anak tangga
kemudian kompleks makam utama berada di puncak bukit. Makam Sunan Pandanaran
atau biasa dikenal dengan sebutan Sunan Bayat (Tembayat) ini terletak di
kelurahan Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Makam ini konon dibangun
sejak 1526 Masehi.
Akhirnya wisata ziarah makam yang tidak jauh dari kota
Yogyakarta yaitu Makam Sunan Pandanaran yang terletak di sebelah selatan
ibukota kabupaten Klaten. Kira-kira satu jam, sudah sampai di lokasi Makam
Sunan Pandanaran dan memasuki gerbang masuk makam. Gerbang Makam Sunan
Pandanaran ini cukup unik karena bercirikhas arsitektur gapura zaman kerajaan
Majapahit.
Seperti makam raja-raja zaman dahulu,
Makam Sunan Pandanaran ini terletak di atas bukit sehingga kita harus menapaki
anak tangga yang jumlahnya ratusan untuk menuju kesana. Disebelah kanan dan
kiri tangga banyak terdapat kios-kios yang menwarkan oleh-oleh khas Bayat,
pakaian, makanan, dan sebagainya. Dibagian ujung tangga naik terdapat masjid
usianya setua usia kompleks makam ini. Ukurannya kecil, bahkan untuk masuk
masjid harus menundukkan kepala. Arsitektur masjid Jawa dengan 4 soko guru.
Beberapa bagian telah mengalami renovasi karena rusak terkena gempa tahun 2006
lalu.
Sampai disebuah
pelataran yang terdapat sebuah masjid tua dan pendopo, akhrinya saya menemui
seseorang yang menjadi juru jaga area makam tersebut yang sedang duduk-duduk
diarea Pendapa. Ditempat itu saya meminta izin untuk memasuki kawasan makam dan
memberikan sumbangan perawatan makam seikhlasnya. Memasuki kawasan makam,
gerbang gapura berbentuk candi bentar dengan susunan balok batu dan ukiran yang
khas.
Di dekat gapura
terdapat dua buah gentong yang terdapat ukiran naga sehingga disebut Gentong
Sinogo. Didekatnya disediakan gelas untuk meminum air yang ada pada gentong
tersebut. Di dekat area ini juga terdapat beberapa makam namun saya kurang
memperhatikan deretan makam tua tersebut merupakan makam siapa dan hubungannya
dengan Sunan Pandanaran.
Kemudian
mencapai tingkatan makam yang paling tinggi, yaitu Makam Sunan Pandanaran
beserta kedua istrinya yang terletak di dalam sebuah bangunan. Memasuki
bangunan ini, pengunjung dipersilakan melepas alas kaki dan bersikap tenang
ketika memasuki makam. Saya tidak berani motret didalam bangunan karena kondisi
cukup gelap dan tidak berani menggunakan bantuan flash pada kamera karena akan
mengganggu para peziarah. Didalam bangunan yang gelap ini, cukup banyak
peziarah yang memanjatkan doa, entah apa yang mereka ucapkan dan apa yang
mereka mohonkan. Saya hanya sebentar menengok aktivitas para peziarah dan tidak
beberapa lama meninggalkan area makam Sunan Pandanaran karena takut mengganggu
ritual yang mereka jalankan.
SEJARAH & SUNAN
PANDANARAN
Di
Kecamatan Bayat, Klaten, tepatnya di kelurahan Paseban, Bayat, Klaten terdapat
Makam Sunan Bayat atau Sunan Pandanaran atau Sunan Tembayat yang memiliki
desain arsitektur gerbang gapura Majapahit. Makam ini menjadi salah satu tempat
wisata ziarah Wali Songo. Pengunjung dapat memarkir kendaraan di areal parkir
serta halaman Kelurahan yang cukup luas.Sebelum menuju ke Makam , pengunjung
melewati Pendopo,yang berada di depan Kelurahan Desa Paseban, di sebelah timur
Pendopo, Pengunjung dapat membeli berbagai macam oleh oleh di Pasar Seni.
Setelah mendaki sekitar 250 anak tangga, akan ditemui pelataran dan Masjid.
Pemandangan dari pelataran akan nampak sangat indah di pagi hari.
Sunan Bayat (nama lain: Pangeran
Mangkubumi, Susuhunan Tembayat, Sunan Pandanaran (II), Ki Ageng Pandanaran,
atau Wahyu Widayat) adalah tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang
disebut-sebut dalam sejumlah babad serta cerita-cerita lisan. Tokoh ini terkait
dengan sejarah Kota Semarang dan penyebaran awal agama Islam di Jawa, meskipun
secara tradisional tidak termasuk sebagai Wali Songo. Makamnya terletak di
perbukitan (”Gunung Jabalkat”) di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah,
dan masih ramai diziarahi orang hingga sekarang. Dari sana pula konon ia
menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat wilayah Mataram. Tokoh ini dianggap
hidup pada masa Kesultanan Demak (abad ke-16).
Terdapat paling tidak empat versi
mengenai asal-usulnya, namun semua sepakat bahwa ia adalah putra dari Ki Ageng
Pandan Arang, bupati pertama Semarang. Sepeninggal Ki Ageng Pandan Arang,
putranya, Pangeran Mangkubumi, menggantikannya sebagai bupati Semarang kedua.
Alkisah, ia menjalankan pemerintahan dengan baik dan selalu patuh dengan ajaran
– ajaran Islam seperti halnya mendiang ayahnya. Namun lama-kelamaan terjadilah
perubahan. Ia yang dulunya sangat baik itu menjadi semakin pudar. Tugas-tugas
pemerintahan sering pula dilalaikan, begitu pula mengenai perawatan
pondok-pondok pesantren dan tempat-tempat ibadah.
Sultan Demak Bintara, yang
mengetahui hal ini, lalu mengutus Sunan Kalijaga dari Kadilangu, Demak, untuk
menyadarkannya. Semula Ki Ageng Pandanaran adalah orang yang selalu mendewakan
harta keduniawian. Berkat bimbingan dan ajaran-ajaran Sunan Kalijaga, Ki Ageng Pandanaran
bisa disadarkan dari sifatnya yang buruk itu yang akhirnya Ki Ageng Pandanaran
berguru kepada Sunan Kalijaga dan menyamar sebagai penjual rumput. Akhirnya,
sang bupati menyadari kelalaiannya, dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari
jabatan duniawi dan menyerahkan kekuasaan Semarang kepada adiknya.
Sunan Kalijaga menyarankan Ki Ageng
Pandanaran untuk berpindah ke selatan, tanpa membawa harta, didampingi
isterinya, melalui daerah yang sekarang dinamakan Salatiga, Boyolali, dan Wedi.
Namun, diam-diam tanpa sepengetahuannya, sang istri membawa tongkat bambu yang
di dalamnya dipenuhi permata. Dalam perjalanan mereka dihadang oleh kawanan
perampok yang dipimpin oleh yang namanya sekarang disebut Syekh Domba.
Maka terjadilah perkelahian dan
untung saja pasangan suami istri ini berhasil mengatasinya akhirnya Allah SWT
murka kemudian dia berubah menjadi sebuah mahluk dengan perawakan manusia
tetapi berkepala domba. Setelah terjadi demikian, akhirnya dia menyadari dan
menyesal dengan segala perbuatannya, kemudian menyatakan diri sebagai pengikut
Sunan Pandanaran yang kemudian dibawa oleh Sunan Pandanaran ke gurunya yaitu
Sunan Kalijaga yang akhirnya kepala dia berubah kembali menjadi kepala manusia
seperti semula. Setelah itu Syekh Domba diberi tugas untuk mengisi tempat wudhu
pada padasan atau gentong pada masjid yang berada pada puncak bukit Jabalkat,
Bayat.
Akhirnya Ki Ageng Pandanaran
berhasil sampai dan menetap di Tembayat, yang sekarang bernama Bayat, dan
menyiarkan Islam dari sana kepada para pertapa dan pendeta di sekitarnya.
Karena kesaktiannya ia mampu meyakinkan mereka untuk memeluk agama Islam. Oleh
karena itu ia disebut sebagai Sunan Tembayat atau Sunan Bayat.(diambil dari
http://usangjoko.wordpress.com/)
Ki Ageng Pandan Arang (disebut juga Pandanaran, Pandanaran
I) adalah bupati pertama Semarang, yang diangkat oleh sultan Demak
Bintara. Konon nama Semarang diberikan olehnya, karena di tempat ia tinggal
ditumbuhi oleh pohon asam yang jarang-jarang (bahasa
Jawa: asem arang). Tokoh ini juga dikenal sebagai penyebaran Islam di daerah
tersebut. Meskipun sezaman dengan para Wali Sanga,
ia tidak termasuk ke dalamnya. Berdasarkan arsip De Gouverneur Van Java, dia
pun dikenal sebagai sultan bajat atau kiyai gede semarang.Tokoh ini berkedudukan di Pragota, yang sekarang adalah tempat bernama Bergota di kelurahan Randusari, Semarang Selatan. Dahulu Pragota berada sangat dekat dengan pantai, karena wilayah Kota Lama Semarang merupakan daratan baru karena endapanan proses pengangkatan kerak bh Semarang diberikan kepada Pandan Arang oh Sultan Demak.
Raden Pandanaran adalah putra dari pangeran Suryo Panembahan Sabrang Lor (sultan kedua Kesultanan Demak) yang menolak tahta karena lebih suka memilih mendalami spiritualitas. Posisi sultan ketiga Demak kemudian diberikan kepada pamannya. Pendapat lain menyatakan bahwa ia adalah saudagar asing, mungkin dari Arab, Persia, atau Turki, yang meminta izin sultan Demak untuk berdagang dan menyebarkan Islam di daerah Pragota. Izin diberikan baginya di daerah sebelah barat Demak. Cerita lain bahkan menyebutkan ia adalah putra dari Brawijaya V, raja Majapahit terakhir, meskipun tidak ada bukti tertulis apa pun mengenainya.
Data Tentang Sunan Bayat & Sunan
Pandanaran :
I. Nama asli Sunan Bayat : Sayyid
Maulana Muhammad Hidayatullah
Nama Lain / Gelar-gelar Sunan Bayat
adalah:
1. Pangeran Mangkubumi,
2. Susuhunan Tembayat,
3. Sunan Pandanaran (II), [Kata-kata Pandanaran juga berasal dari bahasa Jawa Kawi yaitu Pandan arang = artinya kota Suci]
4. Wahyu Widayat
1. Pangeran Mangkubumi,
2. Susuhunan Tembayat,
3. Sunan Pandanaran (II), [Kata-kata Pandanaran juga berasal dari bahasa Jawa Kawi yaitu Pandan arang = artinya kota Suci]
4. Wahyu Widayat
Beliau Hidup pada masa Kesultanan
Demak dan Giri Kedathon (Pad abad ke-16 M, di era Kesultanan Demak tersebut, Jabatan
penasehat Sultan dipegang oleh Sunan Giri, Dan Sunan Giri mendirikan Kerajaan
di daerah Giri Gresik dengan nama Giri Kedathon dan merupakan Kerajaan bagian
dari kesultanan Demak)
Makam beliau terletak di perbukitan
(“Gunung Jabalkat” berasal dari kata Jabal Katt artinya Gunung yang tinggi dan
jauh ) di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah dan masih ramai
diziarahi orang hingga sekarang.
II. Ayah Sunan Bayat atau Sunan
tembayat adalah Sayyid Abdul Qadir yang lahir di Pasai, putra Maulana Ishaq.
Beliau diangkat dengan arahan Sunan Giri yang merupakan saudara seayahnya untuk
Menjadi Bupati Semarang yang pertama, dan bergelan Sunan Pandan arang.
Beliau lantas berkedudukan di
Pragota, yang sekarang adalah tempat bernama Bergota di kelurahan Randusari,
Semarang Selatan. Dahulu Pragota berada sangat dekat dengan pantai, karena
wilayah Kota Lama Semarang merupakan daratan baru yang terbentuk karena endapan
dan proses pengangkatan kerak bumi. Tanah Semarang diberikan kepada Pandan
Arang oleh Sultan Demak. Beliau wafat di Kelurahan Mugassari Semarang Selatan.
Jadi Sayyid Abdul Qadir adalah Sunan
Pandan arang, jabatannya Bupati Semarang, Gelarnya adalah Maulana Islam, lahir
di Pasai, wafat di Semarang.
Gelar-gelar Sayyid Abdul Qadir bin
Maulana Ishaq :
1. Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang.
2. Sunan Pandanaran 1
3. Maulana Islam
4. Sunan Semarang
1. Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang.
2. Sunan Pandanaran 1
3. Maulana Islam
4. Sunan Semarang
III. Ibu Sunan Bayat atau istri
Sunan Pandanaran I bernama Syarifah Pasai adik Pati Unus @ Raden Abdul Qadir
(Mantu Raden Patah Demak) putra Raden Muhammad Yunus dari Jepara putra seorang
Muballigh pendatang dari Parsi yang dikenal dengan sebutan Syekh Khaliqul Idrus
@ Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh
Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari
(wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al
Mukhrowi (wafat di Parsi) bin Imam Besar Hadramawt Syekh Muhammad Al Faqih Al
Muqaddam.
IV. Nasab Sunan Bayat & Sunan Pandanaran I :
Ada berbagai versi yang beredar ttg
Nasab Sunan Pandanaran, sebagian besar babad menyatakan bahwa ia adalah putra
dari Pati Unus @ Panembahan Sabrang Lor (sultan kedua Kesultanan Demak) yang
menolak tahta karena lebih suka memilih mendalami spiritualitas. Posisi sultan
ketiga Demak kemudian diberikan kepada pamannya. Pendapat lain menyatakan bahwa
ia adalah saudagar asing, mungkin dari Arab, Persia, atau Turki, yang meminta
izin sultan Demak untuk berdagang dan menyebarkan Islam di daerah Pragota. Izin
diberikan baginya di daerah sebelah barat Demak. Cerita lain bahkan menyebutkan
ia adalah putra dari Brawijaya V, raja Majapahit terakhir, meskipun tidak ada
bukti tertulis apa pun mengenainya.
Berbagai versi di atas tidak dapat
dipertanggung jawabkan dan perlu diluruskan. Versi Pertama muncul karena Ki
Ageng Pandan Arang memiliki hubungan dekat dengan Pati Unus. Hubungan Ki Ageng
pandan Arang atau Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Pandanaran dengan Pati Unus
(Pangeran Sabrang Lor) menurut Habib Bahruddin adalah hubungan anak angkat
dengan ayah angkat.
Pati Unus mengangkat Sunan
Pandanaran sebagai anak angkatnya. Karena Syarifah Pasai adalah adik kandung
Pati Unus.
Pendapat kedua muncul karena Sunan
Pandanaran nampak seperti orang asing karena memang memiki darah Arab,
sbgmn akan kita lihat dalam
data di bawah; namun kisahnya sbg saudagar tidak tepat, lantas pendapat ketiga
merupakan kebiasaan mitos setempat melegitimasikan kekuasaan akan suatu daerah
karena dianggap sebagai turunan Penguasa Jawa sebelumnya yakni dari Majapahit,
riwayat ini amat lemah karena tidak ada bukti tertulis apa pun mengenainya.
Riwayat dari catatan habib Bahruddin
ba’alawi, tahun 1979, telah menggugurkan hikayat atau babad yang menceritakan
bahwa Ki Ageng pandanaran adalah anak kandung Pati Unus dan versi-versi lainnya
Nasab Sunan Pandanaran & Sunan
Bayat :
1. Nabi Muhammad
2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra
3. Al-Husain
4. Ali Zainal Abidin
5. Muhammad Al-Baqir
6. Ja’far Shadiq
7. Ali Al-Uraidhi
8. Muhammad
9. Isa
10. Ahmad Al-Muhajir
11. Ubaidillah
12. Alwi
13. Muhammad
14. Alwi
15. Ali Khali’ Qasam
16. Muhammad Shahib Mirbath
17. Alwi Ammil Faqih
18. Abdul Malik Azmatkhan
19. Abdillah
20. Ahmad Jalaluddin
21. Jamaluddin Al-Husain
22. Ibrahim Zainuddin Al-Akbar
23. Maulana Ishak
24. Maulana Islam @Ki Ageng Pandanaran @Sunan Pandanaran @Sayyid Abdul Qadir @Sunan Semarang
25. Sunan Bayat @ Sunan Tembayat @ Sunan Pandanaran II (diambil dari http://panjol-screabers.blogspot.com/2010/12/sunan-bayat.html)
Dalam catatan Habib Bahruddin Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini 1979 ( Kakek nya
Kyai Faroji ), tertulis bahwa Sunan Tembayat hidup pada masa Abad 16 dan
ayah beliau merupakan menantu Pati Unus. Sedang yang benar adalah Sunan
Tembayat Hidup pada Abad 14 jauh sebelum Pati Unus lahir. Beliau meninggal pada
1448 saka. Jadi tidak benar bila Sunan Pandanaran II putra Sayyid Abdul Qodir
menantu Pati Unus. Dua Catatan TERTOLAK saya ketemukan. Catatan
tersebut milik Habib Bahruddin Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini 1979 ( Kakek
nya Kyai Sohibul Faroji ). 1. Nabi Muhammad
2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra
3. Al-Husain
4. Ali Zainal Abidin
5. Muhammad Al-Baqir
6. Ja’far Shadiq
7. Ali Al-Uraidhi
8. Muhammad
9. Isa
10. Ahmad Al-Muhajir
11. Ubaidillah
12. Alwi
13. Muhammad
14. Alwi
15. Ali Khali’ Qasam
16. Muhammad Shahib Mirbath
17. Alwi Ammil Faqih
18. Abdul Malik Azmatkhan
19. Abdillah
20. Ahmad Jalaluddin
21. Jamaluddin Al-Husain
22. Ibrahim Zainuddin Al-Akbar
23. Maulana Ishak
24. Maulana Islam @Ki Ageng Pandanaran @Sunan Pandanaran @Sayyid Abdul Qadir @Sunan Semarang
25. Sunan Bayat @ Sunan Tembayat @ Sunan Pandanaran II (diambil dari http://panjol-screabers.blogspot.com/2010/12/sunan-bayat.html)
Catatan tersebut adalah yg pertama tentang Nasab Sunan Pandanaran, yang kedua adalah Nasab Raden Patah Demak sebagai putra Sultan Abdullah Umatuddin. Dua-dua nya tidak bisa dibuktikan dengan data data valid dan bukti bukti otentik.
Sunan Tembayat lahir abad 14 di buktikan dengan Tarikh gapura Segara Muncar di kompleks makam sunan tembayat 1448 saka sebagai tahun meninggal nya beliau. Sunan Tembayat atau Sunan Pandanaran II adalah putra Pangeran Tumapel / Syech Kambyah / Pangeran Lamongan bin Sunan Ampel Denta Surabaya ( sesuai dengan ranji silsilah keluarga besar ini).
Masa Hidup beliau sejaman dengan Sunan Ampel Denta, Sunan Ngundung, Sunan Gunung Jati, Syech Siti Jenar dan Sunan Kalijaga karena beliau merupakan murid Sunan Kalijaga, BUKAN sejaman dgn Pati Unus menantu Sunan Gunung Jati.
Sunan Tembayat / Sunan Pandanaran II adalah MENANTU dari Sunan Pandanaran I Bupati Semarang. BUKAN ANAK !! Jadi jelas ayah sunan tembayat BUKAN Sayyid Abdul Qodir bergelar Maulana Islam lahir di Pasai yg konon katanya merupakan putra Sunan Giri / Maulana Ishaq. Hal ini sesuai kesaksian hidup keturunan keluarga besar Sunan Tembayat sendiri, di Bayat, Klaten.
Distorsi sejarah dan pemerkosaan sejarah ini saya ketemukan dalam catatan Habib Bahruddin Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini 1979 ( kakek nya Kyai Faroji.) Yang banyak disebar luaskan di Internet. Karena catatan beliau tahun 1979 sangat BERTOLAK BELAKANG dengan catatan sejarah yg lebih tua lagi milik kelurga besar Sunan Pandanaran II sendiri ditulis tangan oleh Sunan Pandanaran pada 1443 Saka dalam sebuah Kitab Kuno yg sdh kami terjemahkan juga. Bertolak belakang juga dengan catatan kuno keluarga Sunan Tembayat lainnya.
Terutama lagi jelas bertolak belakang dengan Ranji Silsilah Kuno Sunan Tembayat / Sunan Pandanaran II yg tertulis dalam huruf Jawa dan Huruf Pegon. Disini saya lampirkan manuskrip yang sudah di latinkan oleh Ngabehi Padmosusastro pujangga kraton Solo 1898 dan tulis ulang oleh Raden Ngabehi Tjandrapradanta th 1926. Untuk pegon dan jawa nya di simpan oleh keluarga kami. Semoga bermanfaat dan dapat meluruskan Distorsi sejarah yang selama ini beredar di internet dan media sosial lainnya.
INI ADALAH SILSILAH ASLI SUNAN TEMBAYAT / SUNAN PANDANARAN II MAKAM ING TEMBAYAT :
→ Nabi Muhammad SAW .
→ Sayyidah Fathimah Az-Zahra .
→ Al-Imam Sayyidina Hussain
→ Sayyidina 'Ali Zainal 'Abidin
→ Sayyidina Muhammad Al Baqir
→ Sayyidina Ja'far As-Sodiq .
→ Sayyid Al-Imam Ali Uradhi .
→ Sayyid Muhammad An-Naqib .
→ Sayyid 'Isa Naqib Ar-Rumi
→ Ahmad al-Muhajir .
→ Sayyid Al-Imam 'Ubaidillah .
→ Sayyid Alawi Awwal .
→ Sayyid Muhammad Sohibus Saumi'ah .
→ Sayyid Alawi Ats-Tsani .
→ Sayyid Ali Kholi' Qosim .
→ Muhammad Sohib Mirbath .
→ Sayyid Alawi Ammil Faqih .
→ Al Imam Abdul Malik Azmatkhan
→ Sayyid Abdullah Azmatkhan .
→ Sayyid Ahmad Shah Jalal .
→ Sayyidah Fathimah Az-Zahra .
→ Al-Imam Sayyidina Hussain
→ Sayyidina 'Ali Zainal 'Abidin
→ Sayyidina Muhammad Al Baqir
→ Sayyidina Ja'far As-Sodiq .
→ Sayyid Al-Imam Ali Uradhi .
→ Sayyid Muhammad An-Naqib .
→ Sayyid 'Isa Naqib Ar-Rumi
→ Ahmad al-Muhajir .
→ Sayyid Al-Imam 'Ubaidillah .
→ Sayyid Alawi Awwal .
→ Sayyid Muhammad Sohibus Saumi'ah .
→ Sayyid Alawi Ats-Tsani .
→ Sayyid Ali Kholi' Qosim .
→ Muhammad Sohib Mirbath .
→ Sayyid Alawi Ammil Faqih .
→ Al Imam Abdul Malik Azmatkhan
→ Sayyid Abdullah Azmatkhan .
→ Sayyid Ahmad Shah Jalal .
→ Sayyid Syaikh Jumadil Qubro
al-Husaini or Syeikh Jamaluddin Akbar al-Husaini .
→ Syeikh Maulana Malik Ibrahim
Asmara Qandi
→ Sayyid Ampel Denta Surabaya
→ Pangeran Tumapel / Syaikh Kambyah
/ Pangeran Lamongan berputra :
1.
Sunan Pandanaran Makam Ing Tembayat
2. Adipati Semarang III
3. Nyai Ageng Ngilir I ( Semarang )
4. Pangeran Bojong ( Semarang )
5. Pangeran Wotgaleh / Panembahan Agung Adipati Ponorogo 2( leluhur wangsa Kajoran )
2. Adipati Semarang III
3. Nyai Ageng Ngilir I ( Semarang )
4. Pangeran Bojong ( Semarang )
5. Pangeran Wotgaleh / Panembahan Agung Adipati Ponorogo 2( leluhur wangsa Kajoran )
SUNAN PANDANARAN II / SUNAN
TEMBAYAT MAKAM ING TEMBAYAT berputra :
1. Panembahan Djiwo
2. Nyai Ageng Giring II + Kyai Ageng Giring II
3. RAy. Panembahan Agung + Panembahan Agung Kajoran
4. RAy. Biting + Panembahan Agung Kajoran
2. Nyai Ageng Giring II + Kyai Ageng Giring II
3. RAy. Panembahan Agung + Panembahan Agung Kajoran
4. RAy. Biting + Panembahan Agung Kajoran
===> PANEMBAHAN DJIWO berputra :
1. Panembahan Minangkabul / Panembahan Kabo Ing Tembayat…..
1. Panembahan Minangkabul / Panembahan Kabo Ing Tembayat…..
2. Panembahan Minanglangse /
Panembahan Pase
===> PANEMBAHAN MINANGKABUL /
Panembahan Kabo beputra :
» Pangeran Majid Wetan I beputra :
a.
Pangeran Winongan
b. Pangeran Masjid Wetan II
c. Pangeran Sumendi / Semendi. ( leluhur klrg Semendi di Pasuruan )
d. Raden Ayu Wongso Dipo + Adipati Martopuro ing Jeporo
e. Pangeran Wongsodriyo
f. Pangeran Panengah
g. Pangeran Wuragil / Pangeran Ragil
b. Pangeran Masjid Wetan II
c. Pangeran Sumendi / Semendi. ( leluhur klrg Semendi di Pasuruan )
d. Raden Ayu Wongso Dipo + Adipati Martopuro ing Jeporo
e. Pangeran Wongsodriyo
f. Pangeran Panengah
g. Pangeran Wuragil / Pangeran Ragil
===> PANEMBAHAN MINANG LANGSE /
PANEMBAHAN PASE berputra :
a. Pangeran Konang
b. Raden Ayu Onggoyudho + Raden.
Onggo yudo / Pangeran Alas Bin Pangeran Kajoran
c. Pangeran Pancalan
d. Istri Pangeran Masjid Wetan….
e. Pangeran Pase Sumare Ing Nganti Nambeng
f. Pangeran Minang Sroyo
b. Raden Ayu Onggoyudho + Raden.
Onggo yudo / Pangeran Alas Bin Pangeran Kajoran
c. Pangeran Pancalan
d. Istri Pangeran Masjid Wetan….
e. Pangeran Pase Sumare Ing Nganti Nambeng
f. Pangeran Minang Sroyo
Kadrun perusak nasab
BalasHapusSuami R.A Wangsa Dipa/Reksa Dipa adalah Adipati Martopuro/Rd.Mas Wuryah/Panembahan Ponorogo/Pangeran Selarong putra Prabu Hanyokrowati raja ke 2 Mataram. Adipati Martopuro raja ke-3 yg menjabat sehari saja yg kelak diganti Sultan Agung. Bukan Martopuro bupati Jepara itu beda jaman yaitu jaman Amangkurat II. Sedang Adipati Martopuro & Wangsadipa/Reksa Dipa jaman Sultan Agung.
BalasHapus